“Realita Yang Terjadi Di Atas Tanah Papua Generasi Muda Akan Sadar Melanjutkan Perjuangan Sebagai Makna Penindasan klonialisme Diatas Tanah Papua”
Penulis : Haskin AD. Alimdam
Papua adalah sebuah provinsi yang terletak di bagian timur Indonesia. Papua juga sering disebut sebagai West Papua atau dalam bahasa Indonesia berarti Papua Barat, yang masuk dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Provinsi Papua dulu dikenal dengan nama Irian Barat Sejak tahun 1969 hingga 1973, namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport. Nama Papua sendiri baru diganti pada tahun 2001, sesuai dengan undang-undang nomor 21 Tahun 2001 Otonomi Khusus (Otsus) Papua.
Pada tahun 2004, Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia. Dimana bagian timur tetap memakai nama Papua (provinsi induk), sedangkan bagian baratnya menjadi Irian Jaya Barat yang sekarang disebut provinsi Papua Barat. Seiring berjalannya waktu, bertambahlah menjadi empat provinsi dan sekarang jumlahnya ada enam provinsi di wilayah Papua. Yaitu, Provinsi Papua (induk), Papua Barat, Papua Pegunungan, Papua Pegunungan Tengah, Papua Selatan, dan Papua Barat Daya.

DOB Menambah Masalah Baru
Daerah Otonomi Baru (DOB) atau pemekaran di tanah Papua saat ini telah menjadi perhatian dan menjadi dinamika di tengah-tengah masyarakat Papua sendiri. DOB ini bukanlah kemauan rakyat Papua, melainkan kehendak dan kemauan pemerintah pusat di Jakarta berdasarkan analisis data Badan Intelijen Negara (BIN) tanpa koordinasi dengan MRP. Hal tersebut menandakan bawah undang-undang Otsus sangatlah lemah. Undang-undang Otsus hanyalah sebuah tulisan biasa di atas lembar kertas yang tidak berguna.
Pemekaran Daerah Otonomi Baru adalah bentuk ancaman serius bagi OAP. Program Jakarta melakukan pemekaran telah melanggar hak-hak OAP diatas negerinya sendiri. Fakta yang terjadi di lapangan yaitu, dengan dibukanya DOB maka akan terbuka juga pintu masuk bagi para Transmigran (non-OAP) yang datang dari luar Papua. Mereka akan masuk dan menguasai Papua dan mengakibatkan OAP akan tersingkirkan secara perlahan. Hal ini bukan baru saja terjadi, tetapi sudah terjadi sejak lama. Mereka para pendatang yang tinggal di Papua sudah pasti akan mendukung program pemerintah Indonesia yang mengabaikan undang-undang Otsus Papua. Fakta lain juga bahwa Program Otsus juga dinikmati oleh non-OAP. Ini adalah bentuk pemerasan, pelanggaran dan diskriminasi serta kebodohan kepada masyarakat Papua.
Bagaimana Implementasi Otsus?
Siapakah yang kendalikan Otonomi khusus (Otsus) Papua? Karena pada realitasnya, semakin hari hak-hak orang Papua semakin hilang ditelan oleh waktu. OAP seperti dihipnotis dan dihilangkan kesadarannya terkait hak yang diatur dalam undang-undang Otsus.
Dari dulu hingga sampai dengan sekarang, hal ini terus berlanjut sampai pada generasi Z. Bukan menambah baik kesadarannya tapi malah semakin berkurang. Ini adalah suatu bentuk ancaman terorganisir, sistematis, dan terstruktur oleh pemerintah Indonesia dengan kaki tanganya yakni pejabat pemerintah provinsi Papua. Semua terjadi karena tidak ada keseriusan untuk menjalankan undang-undang otonomi khusus tersebut. Negara telah merampas hak-hak orang asli Papua (OAP) terkait dengang aturan- aturan yang ada dan berlaku pada undang-undang Otsus.
Indonesia dengan kebijakan yang absolut melalui pemerintah Pusat di Jakarta telah mengatur tanpa melibatkan orang asli Papua sendiri dalam proses pengambilan keputusan. Maksudnya adalah, di Papua sudah ada badan atau lembaga yang mengatur, dalam hal ini Majelis Rakyat Papua (MRP), mereka siap bekerjasama dengan pemerintah pusat untuk menjalankan undang-undang Otsus tersebut. Tetapi pada kenyataannya, negara telah mengabaikan orang Papua. Negara tidak pernah melibatkan instrument-instrumen penting yang ada di Papua dalam proses pengaturan kebijakan dan pengambilan keputusan yang terjadi di tanah Papua. Jakarta malah bermain sendiri dan sering memanfaatkan segelintir Orang Asli Papua yang mengatasnamakan perwakilan Papua, mereka ini sering disuap dengan uang karena kepentingan pribadi.
Jadi pada kenyataannya, sampai saat ini Otsus selalu diatur oleh Jakarta, bukan Orang Asli Papua yang mengaturnya. Sangat disayangkan sekali implementasi Otsus seperti itu. Otsus Papua bukan tentang uang saja, masih banyak hal-hal lebih lagi yaitu tentang hak dan kebijakan yang berpihak pada OAP.
Tong Harus Sadar Dan Bersatu Secara Kolektif
“Tong harus sadar, dan harus baku kasih tau tong orang Papua itu Penting”.
Kita (OAP) sudah dikotak-kotakan dan sudah dihancurkan. Kita ada pada ambang kepunahan. Kita dipermainkan oleh sistem dari Pusat (Jakarta). Dilihat dari catatan sejarah sejak Papua dianeksasi oleh Indonesia tahun 1963 hingga sampai sekarang ini orang Papua karakternya sudah dihancurkan, idensitas budayanya juga dihancurkan, dan kekeluargaannya juga sudah dihancurkan oleh sistem. Sumberdaya alamnya sudah dan sedang dikeruk habis-habisan. DOB terjadi tanpa melibatkan unsur penting masyarakat Papua. Pembunuhan, pembataian, mengakibatkan depopulasi dan marginalisasi.
Papua sedang tidak baik-baik saja kawan, kita bergaya dalam satu panggung yakni jeruji besi. Jeruji besi yang artinya sistem yang mengikat. Sistem yang membodohi, dan sistem yang ujung-ujungnya akan menghilangkan kita. Jadi mari, “tong baku kasih tahu tong, mari tong baku kasih ingat tong bahwa kitong tidak sedang baik-baik saja. Kitong su mo hancur.”
“Api revolusi diwarnai oleh tintah darah. Seribu alasan untuk satu kemenangan namun satu kebenaran yang membuktikan. Satu kebenaran yang membuktikan kebebasan. Hakikinya karena kebenaran, semua kembali kepada kebenaran dan kebenaran akan berpihak pada orang yang benar serta kebenaran yang membuktikan kebebasan. Damai belum tentu memberikan kita Kebahagian, Perang belum pasti kita damai-damai pergi dalam perang dan rebut kebebasan untuk damai”.
Goresan, curahan hati dari bedah buku dan diskusi ke diskusi….
Editor – Imanuel H. M