Maju atau tidaknya pembangunan suatu daerah tergantung pada kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM), tanpa SDM yang handal proses pembangunan akan terhambat. Untuk itu, SDM dianalogikan sebagai darah dalam tubuh manusia,  tanpa darah manusia tidak akan hidup,  begitu pula dengan pembangunan, tanpa SDM pembangunan tidak akan maju. Akan penting SDM maka tulisan ini membahas tentang upaya-upaya yang dilakukan pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang dalam membangun Sumber Daya Manusia dari tahun 2003-2015.

Sejak hadirnya kabupaten ini, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terus mengalami peningkatan walaupun masih di bawah angka  rata-rata IPM Provinsi Papua.  IPM Pegunungan Bintang semakin membaik  pada tahun 2010 dengan  angka 49,85 sedangkan pada tahun 2007 baru mencapai angka 47,4.  Peningkatan ini menunjukkan bahwa pembangunan yang dilaksanakan  selama ini telah meningkatkan  kondisi masyarakat kearah yang lebih baik. Meskipun demikian, Gap antara IPM Kabupaten Pegunungan  Bintang dan Provinsi Papua  terlihat makin mengecil yang berarti bahwa secara umum perkembangan IPM  Kabupaten Pegunungan Bintang relatif lebih besar dari kabupaten  lain di Provinsi Papua.

Untuk meningkatkan IPM tersebut, pembangunan pendidikan merupakan prioritas utama dalam RPJMD Kabupaten Pegunungan Bintang Tahun 2011-2016. Langkah strategis  pengembangan SDM Pegunungan Bintang yang sangat dirasakan manfaatnya hingga kini  adalah  bantuan pendidikan mahasiswa seluruh Indonesia dan beasiswa putra-putri asli untuk mengenyam pendidikan di  Jawa, dengan melakukan MOU dengan institusi pendidikan.  Pihak yang telah dilakukan MOU adalah Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta dan Surya Institut Jakarta. Selain itu, mengirim mahasiswa ke STIPAN Jakarta, Perguruan Tinggi di Cina, pembekalan bahasa inggris di Asia Pasific International University (APIU) Thailand khusus jurusan penerbangan, mengirim mahasiswa ke Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia Curub. Kemudian didorong dengan program beasiswa melalui Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) yang didanai melalui APBN.

Awal pembangunan SDM Pegunungan Bintang adalah satu tahun setelah hadirnya kabupaten ini (tahun 2003),  mengirim 12  mahasiswa ke Yogyakarta tanpa ada kerja sama dengan pihak manapun (pengiriman langsung).  Pada saat itu, pemerintahannya masa karateker sehingga mahasiswa tidak diurusi dengan baik. Banyak hambatan yang di hadapi, terutama manajemen keuangan tidak jelas, kesulitan beradaptasi dengan lingkungan pendidikan, kesulitan berinteraksi dengan lingkungan sosial kemasyarakatan, kurangnya kontrol atau evaluasi Pemerintah Daerah sehingga berdampak pada prestasi dan keberhasilan dalam menempuh pendididikan. Melihat kondisi demikian, Pemerintah Daerah mempercayakan Yayasan Binterbusih Semarang untuk mendampingi dan memfasilitasi mahasiswa tersebut tanpa adanya  MOU, tetapi direncanakan kerja sama secara resmi dilakukan kemudian.  Pemerintah  daerah kembali mengirim 9  mahasiswa (tahun 2005)  dan mengirim 15 mahasiswa (tahun 2006) ke  STIPAN Jakarta dengan masa studi dua  tahun untuk program sarjana. 

Pada tahun 2007 pemerintah daerah Pegunungan Bintang melalui Wakil Bupati, Drs. Theodorus Sitokdana melakukan MOU dengan FKIP Universitas Sanata Dharma (USD) untuk jangkah waktu 6 tahun.  Pada tahun yang sama mengirim 25 mahasiswa mengikuti program pendidikan matrikulasi selama 1 tahun (pembekalan)  dan dilanjutkan dengan program kuliah strata satu (S1)  dengan maksud agar mahasiswa tidak mengalami kesulitan dalam studi.  Kemudian, pada tahun yang sama mengirim pelajar ke Semarang dengan jumlah 16 orang, mereka tidak mengikuti program matrikulasi (langsung masuk ke SMA/SMK) sehingga banyak yang mengalami kesulitan, bahkan 8 pelajar pulang ke Papua karena belum bisa menyesuaikan diri dengan iklim pendidikan di kota Semarang.  Oleh karena itu,  mulai tahun 2008 Yayasan Binterbusih memprogramkan sistem matrikulasi (pembekalan) selama satu tahun sebelum masuk sekolah menengah atas. Waktu itu,  25 pelajar yang baru dikirim pemerintah daerah langsung diikutkan dalam program tersebut.  Berdasarkan hasil evaluasi studi angkatan pertama dan angkatan kedua menunjukkan angkatan kedua jauh lebih baik dibanding angkatan pertama, dapat dilihat dari prestasi belajar ketika menumpuh pendidikan di sekolah menengah atas, dimana beberapa pelajar yang ikut matrikulasi berhasil masuk kelas IPA  sekolah bergengsi di kota Semarang dan ada 2 pelajar yang menjadi ketua OSIS, Yakni Andir Meku di SMA St Michael Semarang dan Melianus Sitokdana di SMK Tarcisius 2 Semarang. Melihat peningkatan prestasi belajar maka Yayasan Binterbusih menetapkan program matrikulasi berlanjut untuk setiap tahun. Pada tahun yang sama (2008) Pemerintah Daerah  mengirim 25 mahasiswa ke Universitas Sanata Dharma.

Tahun 2009  mengirim 25 mahasiswa ke Universitas Sanata Dharma, 5 pelajar SMA dan 5 pelajar SD ke Surya Institut untuk pembekalan ilmu MIPA oleh Prof. Yohanes Surya, Ph.D.   Tahun 2010 mengirim  11 mahasiswa ke Universitas Sanata Dharma, 9 pelajar ke Yayasan Binterbusih ditambah 4 orang diluar  pengiriman Pemerintah Daerah  sehingga jumlahnya 13 pelajar,  dan mengirim 10 mahasiswa calon guru IPA ke Surya institute Jakarta.  Pada tahun yang sama Pemerintah Daerah melakukan MOU dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus mengirim 11 mahasiswa.

Berdasarkan data  yang dihimpun,  mahasiswa dan pelajar yang kirim ke mitra  kerja sama dari tahun 2003 terjadi peningkatan yang signifikan, pengiriman mahasiswa terbanyak pada tahun 2010 dengan jumlah 32 dan untuk pelajar pada  tahun 2008 dengan jumlah 25 orang.  Hingga sekarang mahasiswa dan pelajar Kabupaten Pegunungan Bintang yang dibeasiswakan ± 189 orang.

Pengiriman sejumlah mahasiswa dan pelajar tersebut diarahkan untuk jurusan pendidikan dan kesehatan, namun data yang dihimpun menunjukkan  bahwa mahasiswa yang kuliah bidang keguruan dibawah 20% dan dibidang kesehatan dibawah 10 %.  Dengan demikian, untuk menjawab persoalan pendidikan dan kesehatan di Pegunungan Bintang dibutuhkan strategi jitu untuk mendorong  putra-putri kuliah dibidang-bidang yang dimaksud karena generasi Papua sekarang rata-rata tidak berminat  pada kedua bidang vital tersebut.  

Untuk tingkat pendidikan mahasiswa lebih banyak studi di strata satu (S1)  dengan jumlah 77% sedangkan paling kecil adalah 0% untuk program S3( sampai sekarang  belum ada orang Pegunungan Bintang pada jenjang ini). Untuk itu, menjadi catatan penting bagi Pemerintah Daerah  agar mendorong anak-anak potensial hingga ke jenjang S3.

Kebijakan pemerintah dalam menyiapkan SDM dinilai  dapat menjawab harapan masyarakat demi menjawab ketertinggalan pembangunan. Namun, dari tahun 2011-2015 ini program ini justru mengalami kemunduran yang sangat pesat.  Informasi yang kami peroleh dari Universitas Sanata Dharma bahwa Pemerintah Daerah  telah memberhentikan pengiriman mahasiswa tiga tahun berturut-turut (2011-2013). Mestinya  berdasarkan Perjanjian Kerja Sama enam (6) kali pengiriman dengan jumlah mahasiswa 25 orang/pertahun, maka Pemerintah Daerah  telah mempersiapkan 150 mahasiswa Pegunungan melalui program kerja sama tersebut, sama halnya dialami Mitra Kerja Sama lainnya. Dari tahun 2011-2015 belum ada penggiriman mahasiswa ke Mitra Kerja Sama, hanya pengiriman dari Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) ke beberapa perguruan tinggi Negeri terbaik di luar Papua dan dibiayai dari dana APBN.

Untuk itu perlu dievaluasi dan bangkitkan kembali karena upaya Pemerintah Daerah Pegunungan Bintang dari sisi  pembangunan SDM dinilai sangat baik dibanding kabupaten lain di Papua. Yang menjadi bahan evaluasi kedepan adalah dari sisi prioritas anggaran pendidikan secara umum perlu ditingkatkan guna mengejar ketertinggalan Indeks Pembangunan Manusia yang sangat minim. Menurut Data Analisis Penerimaan dan  Pengeluaran Publik Kabupaten Pegunungan Bintang tahun 2013 yang diterbitkan Australia Indonesia  Partnership for Decentralisation (AIPD) bahwa prioritas penganggaran  dibidang pendidikan justru belum maksimal, misalnya  pendapatan dari dana APBN untuk pendidikan dari 2007-2011 0%, pendapatan dari APBD untuk  belanja pendidikan rata-rata sebesar 2,74%  dengan pertumbuhan tertinggi sebesar 39,38%  pada tahun 2008 dan terendah terjadi pada tahun 2011 sebesar negatif 34.10% dibanding sektor pemerintahan umum mendominasi total belanja di Kabupaten Pegunungan Bintang.  Sementara beberapa tahun terakhir ini pemerintah Pegunungan Bintang mendapatkan alokasi dana otsus sebesar 4% dari 60% untuk kabupaten/kota, termasuk satu-satunya kabupaten yang mendapatkan alokasi dana terbesar di Provinsi Papua. Dari dana tersebut, alokasi sektoral dana otsus sepanjang tahun 2007-2011 untuk sektor pendidikan dan kesehatan  belum memenuhi ketentuan yang berlaku. Sektor pendidikan memperoleh alokasi dana otsus rata-rata 23  persen. Jumlah tersebut terbilang dibawah standar seperti yang diamanatkan pada UU No 21 tahun 2001 tentang Otsus Papua pasal 36 (2), berbunyi: Sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh  persen)  dialokasikan untuk biaya pendidikan. Untuk itu kedepan Pemerintah Daerah  perlu memprioritaskan anggaran dibidang pendidikan karena sesungguhnya hakikat dari pembangunan adalah pembangunan manusia itu sendiri. Dengan harapan bahwa seluruh pemangku kepentingan bekerja sama membangun SDM Pegunungan Bintang, tidak hanya pemerintah daerah, karena peningkatan IPM tidak semata-mata tugas pemerintah tetapi lebih pada peran masyarakat, agama dan adat dalam mendorong kesadaran akan kualitas hidup yang lebih baik dari sisi kesehatan, pendidikan dan ekonomi (Melkior Sitokdana-Komnews, 2015).