PENDAHULUAN

AWAL kehidupan manusia Papua berada pada kelompok suku yang jumlahnya sangat sedikit dan berjauhan bahkan tidak saling mengenal antara suku satu dengan suku yang lain, sebagaimana kehidupan Manusia Ok dan beberapa sub suku di wilayah kabupaten Pegunungan Bintang. Letak geografis sangat menentukan realitas ini dan terdapat banyak perkiraan berdasarkan proses geologi bumi berdasarkan pencairan es di bagian kutub. Kal Muller (2008) mengemukakan bahwa nenek moyang manusia Papua berasal dari Afrika. Ada juga yang mengatakan bagian dari suku bangsa Aborigin di Australia tetapi orang Papua sendiri mengaku diri bahwa mereka memang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa di atas tanah Papua.

Kondisi eksistensi manusia Papua ini sudah lama mendapat perhatian dari berbagai peneliti di dunia akan tetapi belum diketahui banyak orang, termasuk orang Indonesia dan Papua. Dari sejumlah penelitian tersebut mendorong generasi muda Papua yang mulai mengerti terus berusaha mengenali dan memahami serta menempatkan diri pada otoritas wilayahnya sebagai manusia sejati. Generasi muda sekarang memiliki tanggung jawab khusus mencari tahu secara bijak atas otoritas wilayah nenek moyang di dalam 275 suku bangsa. Dimana setiap suku telah memiliki karakteristik, pola hidup dan budaya yang beda-beda.

Kekayaan Papua harus perlu recearch secara benar dan dipublikasikan untuk kepentingan pengetahuan banyak orang. Lembaga-lembaga penelitian atau perguruan tinggi harus senantiasa mengadakan kajian terhadap setiap potensi yang dimiliki suku bangsa Papua di masa globalisasi ini. Kajian ilmiah terus dogalahkan dengan kualitas sumber daya manusia yang pintar, cerdas, dan terampil serta didukung oleh fasilitas teknologi yang canggih.

Potensi Papua yang harus dikaji dan dimanfaatkan seperti sumber daya manusia, kebudayaan, bahan galian, beragam jenis batuan, kayu pinus dan damar, rotan, beragam jenis anggrek, beragam pandanus “buah merah”, tanaman palawija, beragam jenis umbi-umbian, sederet sungai, beragam jenis ternak, kopi organik, hasil-hasil kerajinan dan kesenian, beragam jenis tarian tradisional, makanan khas, beragam jenis hewan lindung, danau dan sebagainya.

Salah satu suku yang memiliki sejumlah potensi sumber daya alam tersebut adalah Suku Ok/Manusia Ok di kabupaten Pegunungan Bintang dengan batas-batas wilayah: bagian Barat adalah kabupaten Yahukimo, bagian Selatan dengan Kabupaten Boven Digoel, bagian Timur dengan negara PNG yaitu sundown province dan western province, bagian Utara dengan kabupaten Keerom. Manusia Ok sebagian besar termasuk warga negara PNG. Walaupun beda negara, sebagai satu suku hubungan kekerabatan sangat kuat. Kondisi objektif ini semestinya menjadi perhatian para intelektual muda Papua untuk berani mengambil bagian secara serius. Dengan niat memberikan kontribusi positif dalam proses perencanaan pembangunan yang benar-benar berpihak kepada rakyat.

Secara sederhana pembangunan Papua yang berpihak rakyat adalah pembangunan manusia seutuhnya dengan mengaju pada kebijakan penyelenggaraan pendidikan dalam arti luas. Pendidikan harus dijadikan prioritas utama dalam proses pembangunan manusia Papua. Pendidikan harus menjadi alat ukur, barometer utama selama proses pembangunan manusia karena berbagai aspek dapat berjalan apabila potensi diri setiap orang diasah, dibimbing, dididik, dilatih melalui pendidikan yang benar. Mengapa? Setelah kualitas SDM menjadi unggul, maka dengan mudah mereposisi dan merekonstruksi konsep-konsep abstrak natural suku bangsa Papua terhadap setiap objek yang ada di sekitarnya. Dengan mudah kontekstualisasikan teori-teori besar yang ditawarkan oleh dunia luar demi pembangunan Papua. Misalnya dengan mudah merekonstruksi konsepsi abstrak philosofy, fungsi dan manfaat Noken bagi suku-suku yang memilikinya.

Konsep abstrak [natural/tradisional] manusia Ok [Suku Ok] di Pegunungan Bintang secara umum bahwa tanah, air beserta segala isi alam semesta ini telah diciptakan atangki  [Allah] dan diperuntukan bagi manusia [kaka], tak terkecuali manusia Ok. Dalam pandangan mereka manusia memiliki kemampuan dan hak mutlak untuk menguasai bumi, tanah Apyim/Aplim Apom [King Juliana Top-Pegunungan Bintang]. Mereka telah memahami dan menyadari akal budi sebagai filtrasi atas pemikiran-pemikiran yang lahir dari dirinya. Mereka sungguh mengakui budi/hati nurani [dipyop] maupun akal/pikiran [pinong] yang mengendalikan setiap peristiwa kehidupan. Dengan budi dan akal/pikirannya, Manusia Ok dapat menjalani tiap peristiwa kehidupan secara bijak. Mereka mengakui keberadaan, peran pria [kakaki] dan wanita [wanangku/wanangkur] dalam kehidupan sehari-hari yaitu sebagai pemilik dan pengguna atas potensi yang ada. Mereka mengakui  kepemilikan otoritas tanah dan sebagainya berdasarkan klen/keret.

Satu kondisi sangat berbeda dari beberapa suku di Papua adalah Manusia Ok memiliki rumah adat [Ap Iwoo/Ap Iwol] yang telah ada sejak nenek moyangnya sesuai dengan klen/keret dengan keunggulan serta memiliki dusun (tanah) ulayat secara jelas. Di dalam rumah adat ini terdapat sejumlah klen/keret yang memegang mandat atas segala sesuatu yang ditinggalkan nenek moyangnya. Secara sosial, Manusia Ok hidup dalam kelompok besar dengan cara menetap yang jumlahnya mencapai 50-100 bahkan lebih KK. Memperhatikan kehidupan mereka seperti ini, maka peradabadannya sudah sangat maju akan tetapi belum diangkat fenomena ini secara ilmiah.

Perkampungan alami yang terdapat di seluruh otoritas tanah Apyim/Aplim Apom ditempati beberapa klen/keret dengan memiliki simbol-simbol budaya. Semua simbol budaya tersebut tentu melekat pada diri setiap orang. Salah satu simbol budaya yang menjadi kebudayaan Manusia Ok adalah MEN (Noken/Tas) yang menjadi pembahan pada tulisan ini. Men memiliki manfaat besar bagi lehidupan manusia Ok di Kabupaten Pegunungan Bintang Papua.  

Men [Noken/Tas] bagi Manusia Ok mengandung philosofi tersendiri karena telah ada di dalam rumah-rumah adat sesuai klen/keret. Men megandung arti sebagai sumber penghidupan, sumber insfiratif, penopang dan penjala pikiran manusia, penyatuan kehidupan sebuah keluarga yang harmonis. Men juga menunjukkan keberadaan dan jati diri seorang wanita yang dengan tenang, jelih dan bijak dalam mengendalikan kehidupan keluarga. Wanita yang memiliki ketrampilan dalam mengerjakan, menyulam dengan jumlah yang banyak. Apabila seorang wanita tidak mampu menyulam dan menggunakan Men yang lebih dari tiga (3) buah, maka bisa dianggap wanita itu tidak siap sebagai calon ibu rumah tangga, tidak tahu bekerja keras dan jarang disukai kaum pria. Dapat juga dipercapai sebagai bentuk ke-ADA-an seseorang di dalam kehidupan bersama, menunjukkan kehadiran manusia di bumi, sebagai simbol keberuntungan hidup seseorang atau simbol kepribadian seseorang. Selian itu sebagai simbol seorang ibu rumah tangga yang menyimpan rahasia keluarga. Dengan demikian secara sederhana Men adalah alat yang digunakan untuk menyimpan segala sesuatu dalam menopang kehidupan manusia Ok secara personal maupun satu unit keluarga.

PROSES MENJADI MEN-NOKEN

Pemahaman awal bahwa orang yang berperan penting dari proses sampai menjadikan sebuah men/noken dalam kehidupan sehari-hari Manusia Ok adalah wanita. Karena secara mitos yang teraktualisasi dalam kehidupan sehari-hari Manusia Ok bahwa men/noken telah diturunkan kepada seorang perempuan dan memang menjadi bagian dari kehidupannya. Wanita bertugas menyulam sebanyak mungkin untuk anggota keluarga. Wanita harus bisa mengisi, menampung segala kebutuhan keluarga dan memang telah menjadi bagian tak terpisahkan darinya. Karena itu, secara sederhana men/noken menjelaskan tentang kemampuannya seperti : kerahasiaan, kepribadian, kejelihan, kecerdasan, keindahan seorang wanita Manusia Ok. Dengan demikian pengetahuan dan ketrampilan tentang bagaimana membuat, menyulam sebuah men/noken yang memiliki nilai estetika yang bisa dipandang mata orang lain hanya seorang wanita yang mengetahuinya. Sedangkan kaum laki-laki tidak memiliki pengetahuan mengenai bagaimana menyulam men/noken karena dianggap pekerjaan perempuan.

Karena menjadi kebutuhan keluarga dan juga sewaktu-waktu dibutuhkan keluarga jauh atau orang, misalnya akan disumbangkan sebagai alat maskawin. Maka itu wanita selalu mengisi waktu luang untuk menyulam, menganyam sebanyak-banyaknya dengan ukuran yang berbedada sesuai dengan ketersediaan bahan. Proses penyulaman tidak membutuhkan waktu khusus akan tetapi dapat saja dilakukan kapan dan dimana saja asal dia bisa nyaman. Pada kehidupan sosial men/noken pada jaman dahulu dijadikan salah satu alat maskawin utama dengan jumlah mencapai ratusan bahkan ketika terjadi tunangan wanita mesti membawa minimal 3-4 buah men/noken sebagai simbol pegangan hidupanya pada kelaurga baru yang dimasukinya.

Berdasarkan penjelasan pada bagian awal maka disini akan dibahas tentang jenis bahan dan bagaimana menjadi sebuah men/noken yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari Manusia Ok [Suku Ok]. Bagaimana membuat sebuah men/noken bagi perempuan Ok yang sudah terbiasa sangat mudah akan tetapi bagi pemula tentu bisa saja tinggal menghitung biji-biji jagung di dahinya, bisa menghabiskan waktu berhari-hari bahkan makan bulan untuk sampai pada finishing. Memang dalam pembuatan men/noken membutuhkan ketabahan dan kecermatan, dengan harapan men/noken yang dihasilkan dapat bertahan lama. Tahapan-tahan berikut ini telah menjadi bagian dari hidup perempuan Ok, terutama bagi kaum wanita yang senantiasa menyulam, menganyam dan menyediakan berbagai ukuran men/noken bagi anggota keluarganya maupun bagi tamu yang membutuhkannya.

Bahan Penyulaman Men/Noken dan Manfaatnya

Bahan penyulaman utama men/noken diambil dari serat kulit kayu khusus. Pohon/kayu yang kulitnya mengandung serat yang tumbuh di alam bebas. Serat kulit kayu diambil dengan cara memotong dan menguliti lalu dibersihkan kulit luar dan direndam dalam air beberapa menit untuk menghilangkan getah, kotoran. Setelah itu dikeringkan, dianginkan di atas serambi rumah atau dikeringkan dengan bantuan sinar matahari. Waktu proses pengeringan paling lama 1 minggu, itu pun tergantung ketebalan seratnya. Bahan tambahan sebagai penyangga penyulaman dipersiapkan juga daun nibun atau daun kelapa hutan (ewen kon). Selain itu, menyediakan pewarna yang berasal dari buah pohon yang sering digunakan untuk mewarnai benang penyulam yang telah digulung sedemikian rupa sehingga kelihatan menjadi indah.

Pekerjaan menyulam, menganyam men/noken adalah pekerjaan khusus yang dilakukan perempuan suku Ok. Para ibu rumah tangga atau seorang perempuan yang sudah dewasa bertanggung jawab menurunkan pengetahuan dan ketrampilanya kepada para remaja dan anak-anak perempuan sebagai pegangan hidup seorang perempuan. Dengan demikian perempuan berkewajiban mengerjakan men/noken yang akan digunakan oleh semua anggota keluarga. Sedangkan laki-laki tidak memiliki pengetahuan tentang keterampilan menyulam noken, tetapi mereka lebih mengembangkan perannya sebagai laki-laki, seperti melatih berburu, membuat pagar kebun/ladang, membangun rumah dan sebagainya.

Bahan yang telah berhasil dikeringkan itu kemudian dibagi-bagi atau dibelah-belah menjadi sangat tipis lalu dibuat gulungan yang berbentuk benang yang siap untuk menyulam. Proses ini dilakukan setiap waktu senggang sambil menyusui bayi, sambil bercerita bersama ibu-ibu di pekarangan rumah tentang kebutuhan-kebutuhan harian mereka atau menyendiri di waktu pagi hari sebelum beraktivitas di luar rumah atau bisa juga dilakukan pada sore hari seusai pulang dari aktivitas di luar rumah, misalnya pulang dari kebun atau ladang.

Pembuatan noken biasanya disesuaikan dengan tingkatan umur yaitu ukuran besar untuk orang yang sudah tua dan dewasa, ukuran sedang untuk para remaja dan ukuran kecil untuk anak-anak. Tiga ukuran men/noken itu sudah menjelaskan sejauhmana kemampuan seseorang dapat mengisi, memikul beban yang terdapat didalamnya. Fungsi men sesuai ukuran adalah (1) mengisi umbi-umbian seperti ketela, ubi jalar, talas, kentang dan sejenisnya; (2) mengisi sayur mayur dan daun pembungkus sayur dan sejenisnya; (3) mengisi dan menggendong bayi; (4) mengisi makanan dan minuman; (5) mengisi bibit tanaman; dan (6) mengisi alat-alat kesenian seperti koteka, tanah merah, minik manik dan sebagainya. Fungsi men dari poin nomor satu (1) sampai nomor lima (5) biasanya digunakan sekaligus oleh seorang ibu rumah tangga dan perempuan dewasa. Sedangkan fungsi nomor enam (6) hanya bisa menyimpan alat-alat budaya di dalam rumah adat dan digunakan pada saat-saat pelaksanaan pesta-pesta adat berlangsung. Maka itu tugas seorang ibu/perempuan di dalam kehidupan Manusia Ok menanggung beban lebih berat daripada seorang suami/pria. Hal ini telah menjadi satu kebiasaan sejak nenek moyang hingga sekarang. Men sebagai alat budaya manusia Ok akan tetapi sedang mengalami pergeseran nilai, baik pengetahuan penyulaman maupun pemanfaatannya. Sebagain besar generasi muda sekarang tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan menganyam men/noken bahkan gengsi dalam bila menggunakan men. Keadaan ini menuntut harus merekonstruksi dan mereposisi filosofi dan fungsi men/noken bagi kehidupan manusia Ok untuk dipertahankan sebagai aset budaya Papua (Apyimtean Geraldus Bidana-Komnews, 2012)